JAKARTA – Menteri Pekerjaan Umum diperkirakan akhir bulan Februari ini bakal menaikkan kembali sejumlah ruas jalan tol yang sudah berjalan tarifnya sejak dua tahun lalu. Kenaikan tarif otomatis dua tahunan ini dihitung berdasarkan rata-rata inflasi berjalan atau sekitar 10-12 persen.

Ketentuan penyesuaian tarif otomatis ini, sesuai amanah UU No 38 tahun 2004 tentang jalan. Untuk itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut prihatin atas kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada konsumen pengguna jalan tol.

“Problem pembangunan jalan tol memang bukan di masalah tarif, sehingga UU harus direvisi,” tegas Sudaryatmo, ketua harian YLKI ketika dihubungi Koran Jakarta, Minggu (19/2).

Menurut Sudaryatmo, kenaikan tarif harus berbanding lurus dengan benefit yang diterima oleh konsumen. Manfaatnya seperti waktu tempuh yang relatif lebih cepat, prasarana jalan yang nyaman dan sebagainya. “Indikator kenaikan tarif tidak hanya pada inflasi saja tetapi harus ada indikator normatif dan sosioliogis,” tegasnya.

Selama ini pemerintah hanya berlindung kepada UU No 38 tahun 2004 tentang jalan, yang dinilai tidak adil (fair). Selama pemerintah hanya dengan indikator tarif saja (variable tunggal) maka YLKI bakal terus menentang. “Sebab operator harus mampu dulu menunjukkan efisien atau tidak, kalau tidak berarti memindahkan ketidakefisienan itu kepada konsumen, ini tak fair,” tukasnya.

Sebenarnya, menurut Sudaryatmo, operator jalan tol sudah menikmati keuntungan seiring terus melonjaknya pengguna jalan tol. Sehingga, operator diuntungkan dua hal yakni kenaikan pengguna jalan tol serta kenaikan tarif per dua tahun secara otomatis.

“Contohnya pertumbuhan trafik di jalan tol dalam kota sekitar 15 persen, terus naik tarif dua tahun sekali terjadi dua keuntungan,” tuturnya.

Sesuai rencana, pemerintah akan menaikkan tarif jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) W1 (Kebon Jeruk-Penjaringanbadng ) dan tol Surabaya-Gresik pada pertengahan Februari. Kenaikan dua ruas tol ini akan diikuti empat kawasan lainnya hingga pertengahan tahun ini.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Ahmad Ghani Ghazaly mengatakan, besaran kenaikan tarif mengikuti perkiraan inflasi dari Badan Pusat Statistik. Dia memperkirakan sekitar 10 hingga 12 persen. “Tim evaluasi kami sedang menyusun laporannya,” ujarnya.

Selain JORR W1 dan tol Surabaya-Gresik, BPJT akan menaikkan tarif empat ruas lain, yakni tol Sedyatmo (tol bandara Soekarno-Hatta), tol Jakarta-Cikampek, tol Kanci-Pejagan, serta tol Waru-Juanda. Tarif ruas tol Waru-Juanda rencananya naik pada akhir Mei mendatang, sedangkan ruas tol Sedyatmo dan Jakarta-Cikampek menyusul pada Juli 2012 mendatang.

Dalam menaikkan tarif tol, Ghani menegaskan pihaknya selalu memperhatikan pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM). Beberapa indikator yang dipakai untuk evaluasi SPM, antara lain, tingkat kerataan jalan dan ada-tidaknya lubang di jalan, pelayanan di gardu, serta penyediaan marka jalan.

Jika dalam evaluasi SPM ruas tol tersebut tidak bermasalah, BPJT akan memberi lampu hijau untuk kenaikan tarif. Namun sebaliknya, jika standar itu belum terpenuhi, operator wajib memperbaiki fasilitas yang disediakan. “Atau mereka menghadapi sanksi penundaan kenaikan tarif,” kata Ghani.

Sumber : koran Jakarta.com