Sanksi hukum telah dijatuhkan pada First Travel. Para pelakunya pun sudah dijebloskan dalam tahanan. Hukuman berat menanti para petinggi First Travel. Sanksi hukum untuk First Travel memang sudah sepatutnya dilakukan. Walau sebenarnya sangat terlambat.

Namun faktanya, upaya hukum pidana dan juga pencabutan izin operasional tidak serta merta mengembalikan hak keperdataan calon jemaah, apakah tetap diberangkatkan dan atau dananya dikembalikan, refund.

Benar, jika dilihat dari perspektif keperdataan, permasalahan calon jemaah First Travel adalah hubungan perjanjian keperdataan. Namun, kondisi tersebut tidak akan terjadi secara eskalatif dan masif jika fungsi pengawasan Kementerian Agama berjalan. Masifnya korban calon jemaah First Travel yang mencapai lebih dari 50 ribuan membuktikan dengan sangat gamblang bahwa pengawasan oleh Kementerian Agama (Kemenag) mandul, bak macan ompong. Oleh karena itu secara moral dan politik Kemenag harus turut bertanggungjawab atas nasib calon jemaah. Tidak bisa lepas tangan begitu saja.

Untuk memberikan pelajaran pada Kemenag atas kelalaiannya/keteledorannya, YLKI mendorong/menghimbau korban/calon jemaah untuk melakukan gugatan class action kepada Kemenag. Apalagi korban umroh bermasalah bukan hanya dari First Travel saja, tapi dari berbagai biro umroh. Seperti Kafilah Rindu Ka’bah dan Hannien Tour. YLKI mencatat 22.163 pengaduan umroh mangkrak dari 6 (enam) biro umroh. Belum lagi biro-biro umroh yang lainnya. Gugatan class action bertujuan antara lain:

1. Menuntut tanggungjawab Kemenag untuk turut menanggung kerugian calon jemaah First Travel dan bahkan biro umroh lain;
2. Memberikan pelajaran dan efek jera pada pemerintah atas keteledorannya tersebut sekaligus memberikan efek jera kepada para biro umroh yang lain agar tidak meniru dan mengulang perbuatan serupa;
3. Mengingatkan dan membangun kesadaran publik atas berbagai promosi biro umroh yang kian marak dan menjebak konsumen.

Gugatan class action punya dasar hukum yang cukup kuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama (Pasal 46, UU Perlindungan Konsumen). Atas dasar itu, pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha/First Travel yang diakibatkan adanya kelalaian/ketedoran Kemenag, adalah fakta hukum yang sangat kuat untuk dilakukan gugatan publik dengan model class action.

Demikian. Terima kasih.
Wassalam,
Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI

Keterangan:
Untuk keperluan wawancara dan  informasi tambahan, silakan menghubungi Sdri. Sularsi   +628115629300 dan atau Sdr Abdul Basith +628999975763

Informasi dan Pengaduan:
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Jl. Pancoran Barat VII No. 1 Duren Tiga, Jaksel, 12760
Telepon 021-798-1378, WA 0822-6121-1822.  Email: konsumen@ylki.or.id
Website: www.pelayanan.ylki.or.id
Donasi untuk gerakan konsumen:
BCA Cab Pasar Minggu No.Rek  : 035-3-80546-8 a/n YLKI II.