Polemik parkir liar kembali menjadi topik hangat setelah seorang individu membagikan sebuah video di media sosial X (dulu dikenal sebagai twitter). Pada video tersebut, tampak seorang juru parkir yang memaksa pengunjung minimarket untuk membayar parkir sebesar Rp 15.000,- dengan dalih meminta Tunjangan Hari Raya (THR) yang merupakan momen setahun sekali. Ironisnya, kejadian tersebut terjadi di minimarket dengan pemilik usaha yang telah menetapkan bahwa tempat tersebut parkir gratis. Padahal pungutan parkir tanpa pengelolaan dan tidak menyertakan tiket atau karcis masuk dalam bentuk pungutan liar (pungli).
Fenomena pungli ini membagi konsumen menjadi dua kubu. Sebagian menganggap parkir liar memudahkan dalam memarkir dan mengeluarkan kendaraan mereka. Sementara yang lain merasa terganggu, terutama ketika minimarket yang seharusnya memiliki tulisan “parkir gratis” ternyata dijaga oleh juru parkir liar yang meminta bayaran dengan cara yang tidak patut.
Lantas, adakah sanksi bagi tukang parkir liar? Bagaimana tindakan yang harus kita lakukan sebagai konsumen?
Cara membatas parkir liar
Menyikapi hal ini, Plt Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih, menegaskan bahwa konsumen berhak menolak permintaan bayaran dari juru parkir liar di minimarket. Ini karena konsumen tidak memiliki kewajiban untuk membayar parkir di minimarket, dan tidak ada aturan yang resmi mewajibkan pembayaran tersebut.
Dalam perspektif hukum, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur bahwa pajak parkir hanya boleh dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemda memiliki kewajiban untuk menertibkan pungutan liar berbentuk tukang parkir liar. Pemda juga dapat mengajak kerja sama petugas parkir setempat untuk mengatasi permasalahan ini dan berani untuk memberantasnya atau mengambil alih perparkiran. Sebab, kehadiran parkir liar tidak hanya mengganggu lalu lintas, tetapi juga berpotensi menghilangkan pendapatan daerah.
YLKI juga mengimbau para pelaku usaha untuk membangun komunikasi yang baik terkait isu parkir liar ini. Mereka juga diingatkan untuk bertanggung jawab atas tata kelola prasarana parkir yang mereka sediakan. Hal ini menjadi salah bentuk layanan bagi konsumen. Di samping itu, YLKI juga mengajak masyarakat untuk menjadi lebih proaktif dengan melaporkan kerugian yang mereka alami akibat parkir liar. Masyarakat bisa melaporkan keberadaan parkir liar kepada Dinas Perhubungan atau UPT Perparkiran, bahkan kepolisian. Pungutan parkir liar dengan pemaksaan dapat diadukan kepada kepolisian menggunakan pasal pemerasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Pasal 368 ayat (1) KUHP, tindakan pemerasan tersebut dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Salam,
Indah Suksmaningsih, Plt Ketua Pengurus Harian YLKI
0 Comments on "Mendorong Penyelesaian Isu Parkir Liar yang Terus Berulang"