Lebaran atau hari raya Idul Fitri sangat identik dengan makanan berbahan baku daging sapi dan ayam. Sebut saja, rendang, sambal hati, opor ayam dan mungkin masih banyak lagi menu-menu lain yang menggunakan daging sapi atau ayam. Tak mengherankan bila permintaan masyarakat akan daging sapi dan ayam semakin meningkat menjelang hari raya. Tentu saja hal ini memicu semakin melambungnya harga barang-barang tersebut di pasaran.

Tidak dapat dipungkiri, fenomena ini dimanfaatkan betul oleh mereka yang tidak bertanggungjawab. Mereka menjual daging sapi dan ayam yang tidak layak konsumsi. Sebut saja daging glonggongan (daging dari sapi yang sebelum disembelih telah diberi minum secara berlebih dengan tujuan memperberat bobot tubuhnya), daging oplosan (campuran antara daging babi hutan dengan daging sapi), daging impor ilegal, dan daging ayam tiren (mati kemarin/mati sebelum disembelih) serta daging ayam berformalin.

Konsumen harus lebih jeli dalam memilih daging, baik sapi maupun ayam, hal ini dikarenakan masih banyaknya pedagang yang menjual daging tidak layak demi mencari keuntungan berlipat. Malangnya, bukan hanya dipasar tradisoinal yang becek, daging bermasalah acap juga ditemukan di supermarket yang bersih dan rapi. Salah satu antisipasi menghindari daging tersebut, konsumen jangan tergiur harga daging murah yang ditawarkan baik oleh pihak swalayan maupun para penjual di pasar tradisional, karena belum tentu kualitas daging yang dijual sebanding dengan harga yang ditawarkan.

Kurangnya pengawasan yang ketat dari Pemerintah dan instansi terkait, sehingga membuat daging impor dapat dengan mudah beredar di masyarakat. Selain harganya murah jika dibandingkan dengan daging sapi lokal yang berkisar antara 65 ribu hingga 70 ribu, daging impor ini kerap tidak mendapatkan sertifikasi halal dari MUI. Pemerintah dan Instansi yang terkait seharusnya lebih meningkatkan pengawasan terhadap pengadaan, pendistribusian, dan pemasaran dari daging sapi dan ayam, untuk menghindari beredarnya daging tidak layak konsumsi oleh masyarakat. Rumah Potong Hewan (RPH) pun tidak boleh luput dari pengawasan Pemerintah, hal ini untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengonsumsi daging.

Adapun beberapa tips yang dapat digunakan jika akan membeli daging sapi maupun ayam, sehingga konsumen tidak tertipu:

  1. Cek secara fisik; Perbedaan antara daging glonggongan maupun ayam tiren dapat dibandingkan dengan daging atau ayam yang disembelih biasa. Ayam yang normal mempunyai warna putih pucat, sedangkan ayam tiren, terdapat bercak kemerahan pada bagian pembuluh darah. Ayam tiren pun nampak tidak segar, jika dibandingkan dengan ayam potong segar. Sementara untuk daging glonggongan, biasanya tidak digantung, karena jika digantung airnya akan menetes Selain itu, daging sapi normal akan terlihat basah, tetapi jika dipegang cenderung kering dan kenyal, sangat berbeda dengan daging gelonggongan yang lembek dan cepat busuk. Jika direbus, daging sapi gelonggongan akan menyusut lebih banyak daripada daging biasa
  2. Cek harga; Adanya perbedaan harga yang mencolok merupakan salah satu faktor pembanding yang dapat digunakan oleh konsumen sebelum membeli daging. Daging ilegal ataupun glonggongan harga relatif lebih murah dibandingkan daging yang berkualitas bagus.
  3. Faktor penjual; Umumnya penjual daging ilegal tidak berjualan di dalam pasar, tetapi para penjual ini bisa saja berjualan secara tiba-tiba ditempat yang tidak tepat (mendadak). Ataupun, sebagai pemasok bagi para penjual daging dipasar.

Walaupun sudah ada beberapa tips yang dapat digunakan dalam membeli daging sapi dan ayam, sebaiknya masyarakat tetap harus hati-hati dan jeli dalam membeli. Hal ini dikarenakan daging ilegal sudah banyak yang diolah menjadi makanan jadi, sehingga sangat sulit diidentifikasi.

NOOR JEHAN- Starff YLKI

(Dimuat di Majalah Warta Konsumen)