Setiap 20 April, diperingati sebagai Hari Konsumen Nasional, atau Harkonas. Harkonas tak bisa dilepaskan dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), sebab Harkonas mengacu pada momen disahkannya UUPK pada 20 April 1999. YLKI memberikan 3 (tiga) poin sorotan terhadap Harkonas 2019, yakni:
1. Keberadaan UUPK belum cukup ampuh memberikan perlindungan pada konsumen. Hal ini disebabkan pemerintah belum serius menjadikan UUPK sebagai basis hukum untuk melindungi dan memberdayakan konsumen. Rendahnya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang masih bertengger pada skor 40,41 adalah buktinya. Jauh dibandingkan dengan skor IKK di negara maju, yang mencapai minimal skor 53. Bahkan Korea Selatan skor IKK-nya mencapai 67. Artinya tingkat keberdayaan konsumennya sudah sangat tinggi;
2. Jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis. Sebab rendahnya IKK berkelindan dengan rendahnya literasi digital konsumen. Pantaslah jika konsumen Indonesia saat ini ada kecenderungan menjadi korban produk-produk ekonomi digital, seperti e-commerce dan finansial teknologi. Hal ini ditandai dengan tingginya pengaduan konsumen di YLKI terkait produk ekonomi digital tersebut;
3. Lebih ironis lagi manakala pemerintah masih abai terhadap upaya melindungi konsumen terhadap produk produk ekonomi digital tersebut. Hal ini dibuktikan dengan masih mangkraknya RPP tentang belanja online. YLKI mempertanyakan dengan keras, ada kepentingan apa sehingga pemerintah masih malas mengesahkan RPP tentang belanja online?
Oleh karena itu, pemerintah harus menjadikan Harkonas sebagai momen untuk meningkatkan keberdayaan konsumen Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya skor IKK. Terkait hal ini, dan dalam konteks hasil pilpres dan pemilu legislatif; lima tahun ke depan pemerintah harus menjadikan isu perlindungan konsumen dan indeks keberdayaan konsumen menjadi arus utama dalam mengambil kebijakan yang berdampak terhadap konsumen.
Sepanjang lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, dalam banyak hal, belum menunjukkan keberpihakan nyata pada perlindungan konsumen. Walaupun di era Presiden Jokowi telah ditelorkan Perpres No. 50 Tahun 2017 tentang Strategi Perlindungan Konsumen. Namun, nyatanya Stranas Perlindungan Konsumen hanya berhenti pada tataran formalitas belaka.
Salam konsumen cerdas dan berdaya!!
Tulus Abadi, Ketua YLKI
0 Comments on "Sorotan: YLKI Desak Pemerintah Serius Lindungi Konsumen"